Sabtu, 11 Juni 2016

Talkhis dars Puasa & Ramadhan bagian 3

Dars 3

Talkhis 3 dars shaum bagian 3

�� في الحديث (كم من صائم ليس له من صيامه إلا الجوع والعطش)

Dalam Al hadist:
Betapa banyak orang yang berpuasa namun tak ada hasil dari puasanya selain lapar dan haus saja

�� *تلخيص أحكام الصّيام ورمضان*��
������ *في سبعة دروس*������

Ringkasan mengenai hukum-hukum Puasa dan Ramadhan
Ada dalam 7 bab kajian

*الدرس الفقهي الثالث في أحكام الصوم*

Dars / kajian fiqih ketiga dalam membahas hukum-hukum puasa

*أركانُ الصّومِ* اثنان:

Rukun-rukun puasa ada dua :

�� الرُّكنُ الأوّل:
*النيّةُ :* سواءٌ أكانَ فَرْضاً أم نَفْلاً ، لِقولِ النبيِّ صلَّى اللهُ عليهِ وآلهِ وسلَّمَ: (إنّما الأعمالُ بالنيّات).

Rukun pertama : Niat

Baik itu puasa fardhu ataupun puasa sunnah, karena ada Sabda Nabi -ShallaAllahu alayhi wa aalihi wasallam- : "Sesungguhnya segala amal segala amal itu tergantung pada niatnya"

وتجبُ النيّةُ لكلِّ يوم لأن كل يوم عبادة مستقلة.

Dan Diwajibkan memasang niat setiap hari. sebab pada setiap hari itu adalah ibadah yang tersendiri sehingga membutuhkan niat di setiap harinya.

ولا تكفي نية واحدة لكل الشهر على المعتمَد ولكن تُسنّ .

Maka tidak cukup dengan memasang satu niat untuk satu bulan menurut pendapat Mu'tamad (pendapat yang dipegang) akan tetapi disunnahkan memasang niat ini (niat sebulan puasa pada malam pertama)

ولا يكفي عنها التسحّر وإن قَصد بهِ التَقوّي على الصوم .

Dan juga tak mencukupi niat dengan sekedar makan sahur, walau ia bermaksud agar kuat puasa

ولا يكفي عنها كذلك الامتناع من تناول مفطر قبل الفجر ما لم يخطر بباله الصومُ بصفاته التي يجب التعرض لها ، أي: في النية من الإمساك والتعيين .

Dan tak mencukupi niat pula dengan sekedar tak melakukan hal-hal yang membatalkan dari sebelum fajar selama dalam hati nya tak terlintas puasa dengan sifat-sifat nya yang wajib disinggung dalam niat

وفي النية لكل الشهر فائدتان:

Lalu didalam niat berpuasa sebulan terdapat 2 faidah :

الأولى: صحة صوم يومٍ نَسِي تبييت النية فيه على مذهب الإمام مالك .

Pertama: Sah nya puasa pada hari yang ia lupa menginapkan niat.
-> menurut madzhab Al-Imam Malik

والثانية: أخذه الأجْرَ كاملاً لو مات قبل تمام الشهر اعتباراً بنيته .

Kedua : ia bisa mendapatkan pahala sempurna satu bulan walau seandainya ia meninggal sebelum bulan tersebut selesai, karena memandang niat nya tadi

*الفرقُ بينَ نيّةِ صومِ الفَرْضِ ونيّةِ صومِ النفْل:*

--*Perbedaan antara niat Puasa fardhu dengan niat puasa Sunnah*--

��1- نيّةُ صومِ الفَرْض:يدخُلُ وقتُها مِن غروبِ الشمس إلى طُلوع الفجْرِ فيجبُ التبييت . ولو كان الصائم صبيا.

ونيّةُ صومِ النفْل: يدخُلُ وقتُها مِن غروبِ الشمس ، وتستمرُّ إلى الزَّوال ، فلا يجبُ التبييتُ .

1- Niat puasa fardhu : masuk waktu permulaan niat nya dari mulai matahari tenggelam hingga terbi fajar, oleh karena itu wajib di inapkan, walaupun yang berpuasa adalah anak-anak.

Sedangkan Niat puasa: masuk waktu niat nya mulai dari tenggelamnya matahari (Maghrib) dan terus bisa hingga tergelincir nya matahari (zhuhur), maka niat puasa Sunnah tidak perlu tabyit (memasang niat di malam hari / sebelum subuh)

��2- نيّةُ صومِ الفَرْض: يجبُ فيه التعيينُ كرمضانَ أو كَفّارةٍ أو نَذْرٍ أو قَضاء .

2- Niat puasa Fardhu/wajib

Wajib ta'yin (penyebutan nama puasa) seperti : Ramadhan, kaffarot, Nadzar, atau qodho puasa wajib.

ولا تجب نية الفريضة على المعتمد لأنه لا يكون من البالغ العاقل إلا فرضاً.

Menurut pendapat Mu'tamad tidak wajib niat Fardhiyyah (penyebutan kata Fardhu) , karena puasa-puasa Fardhu tadi sudah tentu fardhu/wajib bagi setiap orang yang baligh dan berakal

ونيّةُ صومِ النفْل: لا يجبُ التعيينُ فيها إلا إن كانَ الصومُ مؤقّتاً كيومِ عَرفةَ على المُعتمَد .

Sedangkan Niat puasa Sunnah : tidak wajib ta'yin.

kecuali apabila berbentuk puasa mu-aqqot (puasa yang memiliki kaitan waktu) seperti puasa hari arofah, maka menurut pendapat Mu'tamad puasa seperti ini mesti ta'yin.

��3- نيّةُ صومِ الفَرْض: لا يجوزُ أن يجمَعَ بينَ صومِ فَرضَيْنِ في يومٍ واحدٍ .
ونيّةُ صومِ النفْل: يجوزُ الجمعُ بينَ صومِ نفْلَيْنِ فأكثرَ بِنيّةٍ واحدةٍ .

3- Niat puasa fardhu : tidak boleh digabungkan antara dua fardhu dalam 1 hari .

Sedangkan Niat Puasa Sunnah : boleh digabungkan antara 2 puasa atau lebih dalam 1 hari dengan niat yang digabungkan dalam 1 niat
..
...
ويصِحُّ أن ينويَ في صومِ النفْلِ بعدَ طلوعِ الفجْرِ ولكنْ بِشرطَيْن:

Lalu pada Puasa Sunnah tetap sah memasang niat walau setelah terbit fajar (setelah masuk waktu subuh), akan tetapi dengan 2 syarat :

1- أن تكونَ النيّةُ قبلَ الزَّوال (دخولِ وقتِ الظُّهْر) .

1- Adanya niat sebelum matahari tergelincir (masuk waktu zhuhur)

2- أن لا يتعاطى شيئاً منَ المُفطِّراتِ مِن طُلوعِ الفجْرِ إلى وقتِ النيّة .

2- tidak melakukan sesuatu daripada hal-hal yang membatalkan puasa mulai semenjak terbit fajar hingga waktu ia niat

�� أكمَلُ النيّة: أن يتلفَّظَ مُستحضِراً بقَلْبِه: (نويتُ صومَ غدٍ عن أداءِ فَرْضِ شهرِ رمضانَ لهذهِ السّنةِ للهِ تعالى) .

Niat yang paling sempurna : ia mengucapkan sambil menghadirkan hatinya :

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِهٰذِهِ السَّنَةِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Sahajaku puasa besok pagi untuk melaksanakan kewajiban bulan Ramadhan pada tahun ini untuk Allah Ta'ala

مسألة: في أيِّ صورةٍ يَصِحُّ صومُ النفْلِ بنيَّةٍ بعدَ طلوعِ الفجرِ مَع تناوُلِ شيءٍ منَ المُفطِّراتِ قبلَ النيّة؟

Ada masalah yang kadang terjadi dalam hal ini :

- Pada gambaran seperti apakah seorang yang puasa sunnah nya sah dengan :
- niat setelah terbit fajar,
- ia telah melakukan salah satu pembatalan puasa sepeti makan dan minum sebelum ia niat ?

صورتُه: إذا كانَ مِن عادتِهِ أن يصومَ يوماً معيّناً كالإِثنيْنِ أو عرَفة ، فيصِحُّ أن ينويَ الصومَ بِشرْطِ أن يكونَ قبلَ الزّوال .
Jawab : gambaran nya adalah jika dia sudah biasa puasa pada hari tertentu seperti Senin dan Kamis atau arofah,

Namun saat itu lupa sehingga ia makan minum setelah subuh sebelum niat.

Setelah itu ia ingat bahwa biasanya ia puasa,

Maka --> dalam contoh seperti ini ia sah niat Puasa dengan syarat niat nya masih sebelum tergelincirnya matahari.

هذه المسالة ذكرها بعض الفقهاء ولكن العلامة ابن قاسم قال: إن صومه لا يصح وهذا مما لا ينبغي التوقف فيه .

Masalah ini telah disebutkan oleh sebagian Ulama Fikih ,
Namun Al-'Allamah Ibnu Qosim berkata : " sesungguhnya puasa orang tersebut tidak sah, ini adalah perkara yang tak pantas tawaqquf padanya

�� الرُّكن الثاني:
*تَرْكُ مُفَطِّرٍ:* ذاكِراً مُختاراً غيرَ جاهلٍ مُعذور .

Rukun Puasa yang kedua adalah : meninggalkan segala hal yang membatalkan nya dalam keadaan 1. sengaja,
2. tidak jahil,
3. tidak ada uzur.

فلا يبطُلُ صومُهُ إذا أفطَرَ ناسياً أو مُكرَهاً ، أو كانَ جاهلاً معذوراً بِجهْلِه .

Maka tidak batal puasanya bila ia melakukan pembatalan dalam keadaan
1. lupa, atau
2. dalam keadaan dipaksa, ataupun
3. keadaanya tak mengetahui poin-poin pembatalan (asal ia Aljahil Alma'dzur: ketidak tahunnya memang karena ada udzur).

الجاهلُ المَعذور: هُو واحدٌ منِ اْثَنيْن:

Adapun yang dimaksud dengan Aljahil Alma'dzur yaitu salah satu dari 2 orang

1- مَن نَشأ بعيداً عنِ العُلماء .

1. Seorang yang besar dan tinggal jauh dari ulama

2- ومَن كانَ قريبَ عهدٍ بالإسلام .

2. Dan seorang yang baru masuk Islam
....
....
⏪ *وجوبُ صومِ رمضان:*

يجبُ صومُ رمضانَ بأَحدِ أمورٍ خمسة:

Kewajiban Puasa Ramadhan

Menjadi wajib puasa Ramadhan dengan ada nya salah satu dari 5 perkara :

- اثنانِ على سبيلِ العُموم، أي: يَجِبانِ على الجميعِ إذا ثَبَتَ ذلكَ عندَ القاضي.

2 perkara bagi khalayak umum
Yakni : kedua perkara ini mewajibkan kepada seluruh lapisan masyarakat jika telah di tetapkan oleh hakim/intansi pemerintahan yang terkait.

- وثلاثةٌ على سبيلِ الخُصوص، أي: على أَفرادٍ مَخصوصينَ كما سيأتي .

3 perkaranya lagi bagi kaum khusus
Yakni : perkara-perkara ini di khususkan hanya pada pribadi-pribadi tertentu, sebagaimana nanti akan datang pembahasannya.

فالذي على سبيلِ العُموم:

Adapun yang mewajibkan pada khalayak masyarakat umum :

��1- باستِكمالِ شعبانَ ثلاثينَ يوماً .

1. Dengan sempurna nya bulan sya'ban 30 hari

��2- بِرؤيةِ الهلالِ بِشَهادةِ عَدْلِ شَهادة ، وهُو الذي تتوفَّرُ فيهِ شروطُ الشَّهادة ، وهِيَ:

2. Dengan kesaksian seorang yang 'adlu syahadat bahwa ia telah melihat hilal (bulan sabit pertama)

'Adlu syahadat: adalah orang yang telah memenuhi syarat-syarat syahadat (saksi), yaitu :

أن يكونَ ذَكَراً ، حُرّاً ، رشيداً ، ذا مُروءة ، يقِظاً ، ناطقاً سَميعاً ، بصيراً ، ولم يرتَكِبْ كبيرة ، ولم يُصِرَّ على صغيرة ، أو أصرَّ على صغيرةٍ وغلَبَتْ طاعتُهُ على مَعاصيه .

1. Laki-laki,
2. Merdeka (bukan hamba sahaya),
3. Rasyid (berakal sehat),
4. Memiliki Muru-ah (terjaga kehormatan, tidak suka melakukan perkara-perkara yang menjatuhkan kehormatan dirinya),
5. Memiliki kesiagaan (tidak teledor),
6. Bisa bicara,
7. Bisa mendengar,
8. Tidak pernah melakukan dosa besar,
9. Tidak langgeng dalam melakukan dosa kecil,
10. Ketaatan nya lebih banyak dibandingkan maksiatan nya.

ولا يشترط هنا العدالة الباطنة وهي التي يرجع فيها إلى قول المُزَكّين ، بل تكفي العدالة الظاهرة وهي التي لا يُعرَف لصاحبها مُفسّق .

Disini tidak disyaratkan keadilan yang dalam atau batin yang mana keadilan batin itu membutuhkan kesaksian dari orang-orang yang bersaksi atas keadilan orang tersebut..

Akan tetapi cukup adalah zhohir yang mana zhohir itu adalah : orang tersebut tidak pernah diketahui oleh orang lain bahwa ia pernah berbuat perbuatan fasik (dosa besar)

معنى (على سبيل العُموم) ، أي: يجبُ الصومُ على جميعِ أهلِ تلكَ البلدَةِ ومَن وافَقَهم في المَطْلَع (طُلوعِ الشمسِ وغروبِها) .

Makna "bagi khalayak umum"
Yaitu : wajib puasa pada seluruh penduduk negeri tersebut dan yang sekitarnya yang sama matla' nya (sama tempat terbit&tengelam matahari)

والذي (على سبيلِ الخصوص): ثلاثة:

Adapun yang diperuntukkan pada kalangan khusus ada 3 :

��1- بِرؤيةِ الهلالِ في حقِّ مَنْ رآهُ وإن كانَ فاسقاً .

1- Dengan sebab ada orang yang telah melihat hilal, maka wajib bagi pribadinya sendiri berpuasa, walau ia sendiri berstatus fasiq

��2- بالإِخبارِ بِرؤيةِ الهلال ، وفيهِ تفصيل:

2- Dengan pemberian kabar adanya seorang yang telah melihat hilal.

Dalam poin ini ada perinciannya :

إذا كانَ المُخْبِرُ موثوقاً بهِ وجبَ الصّوم ، سواءٌ أوقَعَ في القَلْبِ صِدْقُهُ أم لا .

a. Apabila pemberi kabar adalah orang yang dipercayai maka ia wajib berpuasa, baik  didalam hati ada pembenaran padanya ataupun tidak ada.

وأمّا إذا كانَ غيرَ موثوقٍ بهِ فلا يجبُ الصّومُ إلا إذا وقَعَ في القَلْبِ صِدْقُه .

b. Lalu apabila pemberi kabar adalah sosok yang tidak dipercaya, maka ia tak wajib puasa, baik dalam hatinya ada pembenaran pada orang tersebut ataupun tidak ada.

��3-بِظَنِّ دخولِ رمضانَ بالاجتهاد ، فيمَنِ اشتبَهَ عليهِ ذلك كَسَماعِ مِدْفَعٍ مُعتادٍ أو رؤيةِ نار.

3- Dengan mengira akan masuknya bulan Ramadhan dengan cara ijtihad,
-> ini bagi orang yang tidak mendapatkan kepastian atau bingung

Yakni seperti mendengar suara meriam yang biasa digunakan untuk menandakan masuknya bulan Ramadhan atau melihat api obor
(ini adalah diantara cara pengumuman masuknya bukan Ramadhan di beberapa tempat)
..
..
�� *مسائلُ في رؤيةِ الهلال:*

Beberapa masalah / kasus dalam perkara melihat hilal

��1- صامَ رجلٌ ثلاثينَ يوماً بِقَوْلِ مَنِ اعتقدَ صِدْقَه ، فهل يجوزُ لهُ الفِطرُ بعدَ أن يصومَ ثلاثينَ يوماً وإن لم يَرَ الهلال ؟

- لا يجوز ؛ لأن ذلكَ ليس بِحُجَّةٍ شرعيّة ، بِخلافِ إخبار العَدْلِ وقد صامَ احتياطاً ، فوجبَ عليه الإمساكُ احتياطاً .
وبعض العلماء جوز فطره.

1. Ada seorang berpuasa selama 30 hari dengan mengambil ucapan orang yang ia percayai.
Apakah ia boleh batal / hari raya setelah puasa selama 30 hari walaupun ia belum melihat hilal ?

Jawab : tidak boleh.. karena hal itu bukan hujjat syariat.

berbeda halnya apabila dia puasa melalui pemberian kabar dari orang yang berstatus adil, lalu ia puasa karena hati-hati,

maka wajib baginya Imsak (tak melakukan pembatalan puasa) di hari setelah itu karena kehati-hatian juga

��2- لو سافرَ رجُلٌ مِن بلدِهِ آخِرَ يومٍ مِن شعبانَ مُفطِرٌ إلى بلد فوجد أهلها صائمين فما الحُكم ؟
أو بالعكس سافر صائماً لرؤية الهلال ووجدهم مفطرين فما الحكم كذلك ؟

2. Jika ada seorang bepergian dari negerinya pada akhir bulan Sya'ban dalam posisi tidak puasa sampai ke negeri dimana penduduknya sudah berpuasa,
Bagaimana kah hukum nya kasus tersebut?

Atau kasus nya kebalikan dari itu, ia bepergian dari negerinya dalam keadaan sudah mulai berpuasa karena ia sudah melihat hilal, namun sampai di negeri lainnya ternyata mereka masih belum berpuasa,
Bagaimana juga hukum kasus ini?

- إذا وجَدَهُم صائمينَ وجَبَ عليهِ موافَقتُهم ، وإذا وجدَهم مُفطِرينَ فلا يُفطِرََ؛ لأنّ صوْمَهُ اعتَمَدَ على يقين الرؤية فلم يَجُزْ له مُخالفَتُهُ بمُجرَّدِ وِصولِهِ إلى بلدٍ آخر .
وبعض العلماء يقول يفطر .

Jawab :
- jika ia mendapati mereka telah berpuasa maka ia wajib mengikuti mereka -> ikut berpuasa.
- namun jika ia mendapati orang negeri tersebut ternyata belum puasa maka ia tak boleh membatalkan puasanya.
Alasannya : Karena  ia puasa dengan berpegangan pada keyakinan telah melihat hilal maka tidak boleh dia membatalkan puasa dengan sekedar tiba di negeri tersebut.
Namun sebagian ulama berpendapat bahwa ia boleh membatalkan puasanya.

��3- لو سافرَ رجلٌ مِن بلدِهِ آخِرَ يومٍ مِن رمضانَ صائماً لِعدَمِ رؤيةِ الهلالِ ، أو كان مُفطِراً – لرؤيةِ الهلالِ – إلى بلدٍ آخَر، ووجدَ أهلَها مُفطِرينَ وهُو صائم، أو وجَدَهُم صائمينَ وهُو مُفطِر، فما الحُكم ؟
3. Jika :
1.) Ada seorang yang melakukan perjalanan dari negerinya ke negeri lain pada akhir Bulan Ramadhan dalam keadaan berpuasa karena ia belum melihat adanya hilal bulan Syawal.. atau
2.) Ia pergi dari negerinya ke negeri lain dalam keadaan tak puasa lagu karena ia sudah melihat hilal bulan Syawal lalu ia mendapati penduduk negeri tersebut masih berpuasa,. padahal dia tidak puasa.

Bagaimana hukum nya??

- في كلتا الحالتيْنِ يجبُ عليهِ موافَقتُهم لأنّه صارَ مِنهُم .

Jawab : di 2 keadaan tersebut ia wajib mengikuti mereka, karena ia telah menjadi bagian dari mereka

...... يتبع بإذن الله في الدرس القادم (الرابع)

Kajian ini akan berlanjut pada kasus ke empat dengan Izin Allah di kajian yang akan datang

�� *المصدر : من كتاب التقريرات السديدة في المسائل المفيدة.*

Sumber referensi dari kitab Taqrirotussadidah fil masaa-il Almufidah

( من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين )

Barangsiapa yang dikehendaki Allah dengan suatu kebaikan maka ia akan diberikan pemahaman Agama yang baik

��انشر تؤجر فضيلة نشر العلم الشرعي��

Sebarkan lah kajian-kajian ini niscaya Anda akan mendapatkan keutamaan & keuntungan menyebarkan ilmu syariat

Talkhis Susunan Alfaqih Alhabib Hasan bin Ahmad bin Muhammad Alkaff

Terjemah: Hb Umar Hanzhalah Alkaff Gathmyr
Terjemah