Rabu, 22 Juni 2016

Talkhis puasa & Ramadhan Bagian 6

Talkhis bab puasa bagian 6

�� *تلخيص أحكام الصّيام ورمضان*��
������ *في سبعة دروس*������

Talkhis hukum hukum Puasa dan Ramadhan

*الدرس الفقهي السادس في أحكام الصوم*

Pelajaran fiqih ke enam dalam kajian hukum shaum

*الدرس الأهم ﻷن فيه أهم المسائل التي يغفل عنها الكثير فيصومون صوما باطلا*

������������

Kajian yang penting sebab didalamnya ada masalah paling penting untuk di perhatikan dalam bab puasa dimana banyak orang yang lalai darinya, sehingga mereka berpuasa dengan puasa yang salah

6⃣ *المُفطّرُ السادس : وصولُ عَيْنٍ مِن مَنفَذٍ مفتوحٍ إلى الجَوْف :*

Pembatalan puasa yang ke enam : sampai nya sesuatu zat kepada jauf / perut melalui manfadz maftuh / saluran terbuka

.
-(( Sebelumnya perlu diingat bahwa manfadz / lubang alami tubuh itu terbagi menjadi dua, yaitu :
  a. Memiliki Saluran yang terbuka seperti Mulut, hidung, qubul dan dubur
  b. Ada juga lubang yang tidak memiliki Saluran terbuka, seperti mata. ))-

��شرح قيود المفطر السادس :

��قولُهُ : (وصولُ عينٍ)
أي جرم يشغل حيزاً من الفراغ فلا يضُرُّ وصولُ الهواءٍ إلى الجوف ، وكذلكَ مُجرَّدُ الطعْمِ والريحِ بدونِ عَيْنٍ فلا يُفطِّرُ ما وصَلَ منهُما إلى الجوف .

Penjelasan dari batasan² pembatalan puasa yang ke enam :

Adapun maksud dari  :
" sampainya 'ayn (benda) " :

Yakni : zat yang dapat mengisi tempat kosong.

maka tak masalah bila yang sampai pada jauf hanya berupa udara, begitu juga bila hanya berupa rasa (manis, asin, asam, pedas, pahit) atau angin yang tak membawa 'ayn maka kedua hal tersebut tidak membatalkan puasa walau ia sampai kepada jauf

��قولُه : (من مَنفَذٍ مفتوحٍ) فلا يضر إذا وصَلَتِ العيْنُ إلى الجوفِ من منفَذٍ غيرِ مفتوحٍ كالدُّهنِ وكريم البشرة ونحوِه بِتشرُّبِ المَسامّ . 

Lalu maksud dari :

"Dari manfadz maftuh / saluran terbuka"
-> Maka tidak membatalkan bila benda sampai ke rongga pencernaan dari rongga yang tak terbuka seperti minyak, krim kulit dan yang sejenisnya yang menyerap dengan serapan pori-pori kulit

��وكلُّ المنافذِ مفتوحةٌ في مذهَبِ الإمام الشافعيِّ إلا العين فلا يضر الكحل وإن وجد طعمه في حلقه.

Dalam madzhab Imam Syafi'i semua saluran / lubang pada tubuh adalah saluran terbuka kecuali mata,

-> maka tidak masalah (tidak batal) dengan seperti bercelak mata, walaupun ternyata ia bisa merasakan rasanya di tenggorokan nya.

��وكذلكَ الأُذُنُ منفذها مفتوح عندَ الإمامِ الغزاليّ .

Menurut Imam Al-Ghazzali begitu juga telinga, adalah saluran terbuka

��وقد أثبت الطب الحديث أن للعين منفذاً مفتوحاً للجوف وأن ليس للأذن منفذاً مفتوحاً . فالأورع الاحتياط فيهما.

--> Namun Dunia kedokteran telah menetapkan bahwa mata memiliki saluran terbuka pada rongga pencernaan, sedangkan telinga justru tidak ada saluran terbukanya.

Akan tetapi dalam hal ini sifat ihtiyath (berhati-hati) pada dua masalah ini adalah lebih baik lebih takwa

��قولُه : (إلى الجوفِ) وهُو : ما يُحيلُ الغِذاءَ والدَّواءَ : كالمَعِدَةِ
أو ما يحيل الدواء فقط كالدِّماغ .

Lalu maksud dari :

" Ke perut "
Adalah :
- sampai kepada apa saja yang dapat menyebarkan asupan makanan dan obat keseluruh tubuh seperti saluran pencernaan,
- sampai kepada yang menyebarkan obat-obatan saja seperti otak.

--------------------------

�� *مسائلُ في وصولِ العيْنِ إلى الجوف :*

Beberapa Masalah / kasus yang berkaitan dengan masuknya benda ke rongga pencernaan :

�� *1- حُكمُ الإِبْرة :* إن لم يستطع أخذها في الليل فتجوزُ للضرورة .

1.- HUKUM SUNTIKAN

Haram atau halal ?
Jika memang benar-benar tidak bisa dilakukan pada waktu malam hari maka diperbolehkan (tidak berdosa)  menyuntiknya di siang hari karena darurat

ولكنِ اختلفوا في إبطالِها للصومِ على ثلاثةِ أقوال :

��1) ففي قَولٍ : إنّها تُبطِلُ مُطلَقاً ؛ لأنّها وصلَتْ إلى الجوفِ .

��2) وفي قول : أنّها لا تُبطِلُ مُطلَقاً ؛ لأنّها وصلَتْ إلى الجوفِ مِن غيرِ مَنفَذٍ مفتوحٍ .

��3) وقولٍ فيهِ تفصيل
– وهُو الأَصحّ – :
<إذا كانتْ مُغذِّيةً فتُبطِلُ الصّوم.
<وإذا كانت غيرَ مغذِّيةٍ فنَنظرُ :

��إذا كانَ في العُروقِ المُجوَّفةِ –وهِيَ الأَورِدة– : فتُبطِل .

��وإذا كانَ في العضَلِ –وهِيَ العُروقُ غيرُ المُجوَّفة– : فلا تُبطِل .

Dengan menyuntik Batal tidak puasa nya?

Jawab : Para Ulama berbeda pendapat mengenai batal atau tidaknya puasa dengan sebab menyuntik, terbagi menjadi 3 pendapat :

1. Mutlak batal
Alasannya : Karena menurut pendapat ini suntikan tersebut akan sampai ke jauf (rongga pencernaan / perut)

2. Mutlak tidak batal
Alasannya : karena menurut pendapat ini suntikan tersebut sampai nya ke jauf ( rongga pencernaan / perut )  bukan melalui saluran terbuka (seperti mulut, hidung dll)

3. Pendapat yang merinci
--> Ini adalah pendapat yang paling shahih

  ¹. Jika menyegarkan kan / memberikan tenaga (seperti infus yang membuat hilang rasa lapar)
  -> maka batal puasanya

  ². Jika tidak memberi tenaga (hanya bersifat obat saja)
  -> maka kita perhatikan dahulu :
      a. Jika letak suntikan nya pada urat berongga, sehingga dapat menyebar hingga ke jauf (rongga pencernaan) , yaitu di suntikkan nya ke urat pembuluh darah
     -> maka hukum puasanya batal

     b. Jika suntikan nya hanya pada otot, sehingga tidak menyebar
     -> maka hukum puasanya tidak

-----------------------------

�� 2- حكمُ النُّخامَة (ومثلها البلغم) : فيها تفصيل :

��1) إذا وصلَتْ حدَّ الظاهرِ فابتلَعَها بطَلَ صومُه. وذلك بأن وصلت إليه فأجراها بنفسه وإن عجز بعد ذلك عن مجّها .

��بخلاف ما لو جرت بنفسها وعجز عن مجها فلا يفطر لعذره ، وكذا لو لم تصل لحد الظاهر .

��2) إذا وصلَتْ حدَّ الباطنِ فابتَلعَها فلا يَبطُلُ صومُه .

وحدُّ الظاهرِ : مَخرَجُ حرفِ الخاء .

وحدُّ الباطنِ : مخرجُ حرفِ الهاء .

��واخْتُلِفَ في مَخرَجِ حرفِ الحاء :
فعندَ اﻹمام النوويّ : مِن حدِّ الظاهر ، فتُبطِلُ الصّومَ إذا ابتلَعَها بعدَ وصولِها إليه .

وعندَ اﻹمام الرافعيِّ : مِن حدِّ الباطنِ فلا يُبطِلُ ابتلاعُهُا .

�� *3- حُكمُ ابتلاعِ الرِّيق :* لا يُفطِّرُ لِمَشقَّةِ الاحترازِ منه - وإن تعمّد جمعَه تحت لسانه- بثلاثةِ شروطٍ :

��1) إن يكونَ خالصاً ، أي : صافياً لا مُختلِطاً بغيرِه ، فلو ابتلَعَ الرِّيقَ المُختلط بنحوِ صِبْغٍ أو بغيرِه بطَلَ صومُه.

��واستظهر العلامة ابن حجر المكي في (التحفة) العفو لمن ابتلي بدم اللثة لو ابتلعه بحيث لا يمكنه الاحتراز عنه وفي ذلك فسحة

��2) أن يكونَ طاهراً لا مُتنجِّساً.
ولو كان صافياً ، كأنْ تنجس بنحو دم ثم نقاه بدون ماء فلا يزال ريقُه وفمُه نجساً وإن كان صافياً فلا بد من غسله بالماء .

��3) أن يكونَ مِن مَعدِنِه ، فاللِّسانُ والفَمُ كلُّه مَعْدِن ، فلو ابتلَعَ الرِّيقَ الذي وصلَ إلى حُمرةِ شفَتِهِ بطَلَ صومُه .

2- HUKUM REAK & INGUS

-> disini Ada perinciannya :

1. Jika sudah sampai pada batas zhahir lalu ia telan lagi maka batal lah puasanya.
Yakni : bila reak tadi telah sampai ke permukaan tenggorokan, lalu ia telan kembali, walau setelah itu dia tak bisa lagi meludahkannya

-> berbeda hal nya apabila reak itu mengalir sendiri ke dalam tenggorokan, dan ia tidak bisa meludahkannya, maka itu tidak membatalkan puasa, karena udzurnya, begitu juga apabila reak itu belum sampai ke batas zhahir (permukaan tenggorokan).

2. Jika reak / ingus tadi sampai batas bathin (tenggorokan dalam) lalu ia telan maka puasanya tidak batal

Batas zhahir : tempat keluarnya suara huruf Kho خاء
Batas bathin : tempat keluar suara huru Hara هاء

==>> Ada perbedaan pendapat mengenai tempat keluarnya suara huruf Ha / حاء masuknya ke batasan yang mana ?
-> Menurut Imam An-Nawawi: itu adalah batasan zhahir.
   Maka batal menelan reak / ingus yang sudah sampai batas situ

-> Menurut Imam Ar-Rofii : itu adalah batas bathin
    Maka tidak batal menelan reak yang sudah sampai batas situ

3. HUKUM MENELAN AIR LIUR

-> Tidak membatalkan puasa
  Alasan : karena sulit sekali menghindari nya, bahkan walau ia sengaja mengumpulkannya di bawal lidah lalu ia telan, tapi ini dengan 3 syarat :
¹. Air liur nya mesti bersih
  Maksudnya murni tidak bercampur benda lain,
maka bila liur tadi bercampur dengan barang lain seperti sari makanan dan lainya maka batal lah puasanya

-> namun Al-'Allamah Ibnu Hajar Al-Makki dalam kitab Tuhfah menegaskan bahwa : hukumnya dimaafkan bagi Seorang yang gusinya berdarah, bila ia menelannya sekiranya ia tak mungkin lagi menghindarinya, maka dalam hal itu ada kelonggaran

². Keadaan liur itu suci, tidak kena najis (mutanajjis) walaupun air liur itu murni.
Seperti apabila terkena najis darah, kemudian ia bersih kan tanpa menggunakan air, maka mulut dan liaur nya hukumnya tetap najis walau ia murni karena darahnya sudah di buang,
Maka : ia harus mencuci mulut nya (kumur-kumur) dengan air, agar mulut dan liurnya kembali dihukumi suci

³. Liur itu masih berasal dari ma'din
Ma'din : lidah, mulut semuanya termasuk ma'din

Maka apabila ia menelan liur yang sudah keluar sampai batas merah bibir batal lah puasanya

-------------------------
�� 4- حُكمُ دخولِ الماءِ أثناءَ الغُسلِ إلى جوفِهِ بدونِ تعمُّدٍ للصائم :
فيهِ تفصيل :
1) إذا كانَ الغُسلُ مأموراً بهِ (مشروعاً) فَرْضاً ، كغُسلِ جَنابة ، أو سُنَّةً كغُسلِ جمُعة ، فلا يَبطُلُ الصّومُ إذا اغتسلَ بالصَّبّ ، ويُبطُلُ إذا اغتسلَ بالانغِماسِ .

�� وقال في كتاب حاشية البجيرمي على الخطيب : أنه يبطل إذا وصل الماء لجوفه بالانغماس إن اعتاد سبق الماء إلى جوفه وإلا فلا .

��2) إذا كانَ الغُسلُ غيرَ مأمورٍ بهِ (غيرَ مشروعٍ) – كغُسلِ تَبرُّدٍ أو تنظيفٍ – فيَبطُلُ الصّومُ إذا سبَقَهُ الماءُ وإنْ لم يتعمَّدْ ، سواءٌ أَغْتسلَ بالصَّبِّ أم بالانغِماس .

4. HUKUM KEMASUKAN AIR YANG SAMPAI KE JAUF (RONGGA PENCERNAAN) TANPA SENGAJA DITENGAH SEDANG MANDI SAAT PUASA

Pada nya ada rincian :

¹. Jika mandi nya adalah mandi yang diperintahkan syariat,
Baik yang wajib seperti mandi  junub,
ataupun yang sunnah seperti mandi sunnah jum'at
Maka : itu tidak membatalkan puasa, dengan syarat ia mandi nya dengan cara menggayung, atau menuangkan air,
Tapi apabila ia mandi dengan cara menyelam maka batal puasanya

Dalam kitab hasyiyah Albujayromi alal Khotib :
membatalkan puasa jika air sampai ke rongga pencernaan nya dengan cara tenggelam/menyelam (seperti renang) ini jika menurut kebiasaan apabila ia menyelam maka air akan tertelan ke rongga pencernaan, namun apabila tidak demikian maka tidak batal

². Jika mandi nya adalah mandi yang bukan diperintahkan oleh syariat
Seperti mandi agar segar saja, atau mandi untuk membersihkan badan, maka mutlak batal puasanya apabila air itu tertelan baik sengaja ataupun tidak, baik ia mandi dengan cara meng gayung/menuang ataupun dengan menyelam

�� 5- الحُكمُ إذا سَبَقَهُ الماءُ مِن غيرِ اختيارِه في المضمَضة ، ومثلُها في الاستِنشاق : فيهِ تفصيل:

��1) إذا كانت المضمضة مأموراً بها (مشروعة) في الوضوء أو الغسل فننظر :

��إن لم يُبالِغْ فيها : فلا يبطُلُ الصومُ إذا سبَقَهُ الماء .

��إن بالغ فيها : فيبطل الصوم إذا سبقه الماء لأن المبالغة مكروهة من الصائم .

��2) وإذا كانتِ المضمَضةُ غيرَ مأمورٍ بِها (غيرَ مشروعة) – بأنْ كانتْ رابعةً أو ليستْ في الوُضوءِ أو الغُسل – : فيَبطُلُ بِها الصّومُ وإنْ لم يبالِغْ .

5. Hukum jika tertelan air tanpa sengaja saat kumur kumur, begitu juga saat menghirup/memasukan air ke hidung

Humumnya di rinci :

  ¹. Jika kumur kumur yang dilakukan karena ada perintah syariat baik dalam wudhu atau mandi,
     -> maka kita mesti perhatikan dahulu keadaannya :

     a. Jika saat ia kumur-kumur hanya sekedarnya, tidak melebihkan (mubalaghoh)
    Maka puasa nya tidak batal.

     b. Jika saat ia berkumur-kumur dengan cara melebihkan (mubalaghoh)
      Maka : puasa nya batal
      Alasannya : karena wudhu dengan mubalaghoh (kencang/lebih) saat puasa dimakruhkan, tidak disunahkan.

  ². Jika ia melakukan kumur-kumur yang tidak diperintahkan syariat,
Seperti
  - kumur-kumur ke empat kalinya, atau
  - kumur-kumur diselain waktu berwudhu dan mandi
Maka : puasanya batal, walaupun ia tidak kumur2 dengan kencang, hanya kumur-kumur sekedar nya

7⃣ المُفطِّرُ السابع : الاستِمناء،
أي : طلبُ خروجِ المَنِيِّ .
إمّا بِيدِهِ أو بِيدِ زوجتهِ .
أو بِفكْرٍ أو نظَرٍ إنْ عَلِمَ الإنزالَ فيهما أو بِمُضاجَعة .

فإذا أنزَلَ في إحدى هذهِ الحالاتِ بطَلَ صومُه .

7. Pembatal puasa yang ketujuh : Istimna (masturbasi)

yakni : usaha mengeluarkan mani, baik mengeluarkannya :

- dengan tangannya sendiri atau,
- dengan tangan istrinya, atau
- juga dengan berfikir/merenungkan, memandang jika ia sudah mengetahui benar bila ia melakukan itu akan membuatnya mengeluarkan mani, atau
- dengan sebab berpelukan.

Maka apabila mani nya keluar di keadaan keadaan ini, batal lah puasanya.

��وخُلاصةُ مسأَلةِ خروجِ المَنِيِّ : أنّهُ تارةً يُبطِلُ وتارةً لا يُبطِل :

��Ringkasan masalah keluar mani :
      - kadang-kadang membatalkan,
      - kadang-kadang tidak membatalkan

��فيُبطِلُ في حالتَيْن :

1- بالاستِمناء ، أي : طلبِ خروجِ المَنِيِّ مُطلَقاً بأيِّ كيفيّة .

2-  وإذا باشَرَ امرأتَهُ مِن غيرِ حائلٍ

-> Batal di dua keadaan :
¹. Keluarnya sebab masturbasi, yakni mani diusahakan keluar, dengan cara apapun (baik tangan ia, istri nya dll)

². Jika keluar mani sebab ia bersentuhan dengan wanita tanpa adanya penghalang

��ولا يُبطِلُ في حالتَيْن :

(1) إذا خرَجَ مِن غيرِ مُباشَرةٍ كنظَرٍ أو فِكْر .

(2) وإذا خرَجَ بمُباشَرةٍ ولكنْ بِحائلٍ .
(مع العلم ان النظر بشهوة والمضاجعة تحرم على الصائم ولو كانت مع الزوجة)

  -> Tidak batal di dua keadaan :

  ¹. Jika keluarnya tanpa adanya persentuhan, seperti memandang, merenungkan / berfikir
  ². Jika keluarnya sebab persentuhan tapi dengan adanya penghalang (dan ia telah mengetahui bahwa memandang dengan syahwat, berpelukan diharamkan bagi yang berpuasa, walau dengan istri sah nya.

��حُكمُ القُبْلة : تَحرُمُ إذا كانتْ تُحرِّكُ شهوتَه .

��ومحلّ الحرمة في صوم الفرض ، أما النفْل فلا حرمة فيه.
وأمّا إذا لم تُحرِّكْ شهوتَهُ فخلافُ الأَوْلى ، ولا تُبطِلُ إلاّ إذا أنزَلَ بسببِها .

Hukum Ciuman

-> Di haram kan jika bisa membangkitkan syahwat

Ciuman yang di haram kan disini adalah apabila puasa nya adalah puasa wajib,
adapun apabila puasanya adalah puasa sunnah maka tidak ada ke haraman nya.

Lalu apabila berciuman ini tidak membangkitkan syahwat aka hukum nya khilaful awla, tidak membatalkan puasa kecuali bila menyebabkan keluarnya mani

8⃣ المُفطِّرُ الثامن : الاستِقاءةُ ، أي : طلبُ وتَعمُّدُ خروجِ القيْءِ ، فيُبطِلُ ولو كانَ قليلاً .

��والقَيْءُ : هُو الطَّعامُ الذي يعودُ بعدَ مُجاوَزةِ الحَلْقِ ولو ماء ، ولو لم يتغيَّرْ طَعْمُهُ ولونُه .

8. Pembatal puasa yang kedelapan memuntahkan

Yakni : mengusahakan muntah dengan sengaja, maka dengan itu batal puasanya walaupun muntahnya hanya sedikit

Maksud muntah disini : makanan yang sudah ditelan lalu keluar lagi setelah melewati kerongkongan :
- walaupun hanya berupa air ,
- dan walaupun rasa dan warna nya belum berubah

��والحُكمُ إذا خرَجَ منهُ القيْءُ : أن فمَهُ مُتنجِّسٌ ، فيجبُ عليهِ ان يغسِلَهُ ويُبالِغَ في المضمَضةِ حتى يَنْغَسِلَ جميعُ ما في فمِهِ منَ حدِّه الظاهر .

��ولا يُبطِلُ الصّومَ إذا سبَقَهُ الماءُ إلى الجوفِ بدونِ تعمُّدٍ ؛ لأنّ إزالةَ النجاسةِ مأمورٌ بِها .

- Hukum apabila keluar muntah -

mulutnya najis,
maka ia wajib mencucinya, sambil mubalaghoh (kumur-kumur dengan lebih dalam dan kencang) sampai tercuci bersih sema yang ada didalam mulutnya di batasan luar (tidak sampai kerongkongan)

- Tidak batal puasa apabila air kumuran tadi tak sengaja tertelan ke pencernaan,
Alasannya : karena menghilangkan najis diperintahkan oleh syariat

يتبع بإذن الله في الدرس القادم (السابع والأخير)

�� *المصدر : من كتاب التقريرات السديدة في المسائل المفيدة.*

( من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين )

��انشر تؤجر فضيلة نشر العلم الشرعي��

        للتذكير هذا ��الدرس الأَهَم ��

��Untuk mengingatkan kajian bagian ke enam ini amat penting ��